Karya sastra adalah ciptaan yang disampaikan dengan cara menulis dan dapat dikembangkan menjadi sebuah film. Menurut saya karya sastra jika di filmkan lebih: mudah memahami nilai yang terkandung dalam karya sastra tersebut.
NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG:
1. KESETIAAN
2. TIDAK DENDAM
3. SELALU MENOLONG ORANG YANG SEDANG MENGALAMI KESULITAN
TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJK
Di wilayah Mengkasar, Di sanalah hidup seorang pemuda berumur 19 tahun.
Pemuda itu bernama Zainuddin. Saat ia termenung, ia teringat pesan ayahnya
ketika akan meninggal. Pada suatu hari, Zainuddin meminta izin Mak Base untuk
pergi ke Padang Panjang, negeri asli ayahnya. Dengan berat hati, Mak Base
melepas Zainuddin pergi.
Sampai di Padang Panjang, Zainuddin langsung menuju Negeri Batipuh. Sesampai
di sana, ia begitu gembira, namun lama-lama kabahagiaannya itu hilang karena
semuanya ternyata tak seperti yang ia harpakan. Ia masih dianggap orang asing,
dianggap orang Bugis, orang Mengkasar. Betapa malang dirinya, karena di negeri
ibunya ia juga dianggap orang asing, orang Padang. Disaat ia sedang bejalan dan
saat itulah ia bertemu Hayati, seorang gadis Minang yang membuat hatinya
gelisah, menjadikannya alasan untuk tetap hidup di sana. Berawal dari
surat-menyurat, mereka pun menjadi semakin dekat dan kahirnya saling cinta.
Kabar kedekatan mereka tersiar luas dan menjadi bahan gunjingan semua orang
Minang. Karena keluarga Hayati merupakan keturunan terpandang, maka hal itu
menjadi aib bagi keluarganya. Zainuddin dipanggil oleh mamak Hayati, dengan
alasan demi kemaslahatan Hayati, mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi
meninggalkan Batipuh.
Zainuddin pindah ke Padang Panjang dengan berat hati. Hayati dan Zainuddin
berjanji untuk saling setia dan terus berkiriman surat. Suatu hari, Hayati
datang ke Padang Panjang. Ia menginap di rumah temannya bernama Khadijah. Satu
peluang untuk melepas rasa rindu pun terbayang di benak Hayati dan Zainuddin.
Namun hal itu terhalang oleh adanya pihak ketiga, yaitu Aziz, kakak Khadijah
yang juga tertarik oleh kecantikan Hayati.
Zainuddin sangat ingin menikahi hayati. Maka dari itu ia mengirimkan surat
untuk melamar hayati. Hal itu bersamaan pula dengan datangnya rombongan dari
pihak Aziz yang juga hendak melamar Hayati. Setelah dipertimbangkan Zainuddin akhirnya
ditolak oleh ninik mamak Hayati dan menerima pinangan Aziz yang di mata mereka
lebih berada dan kaya raya.
Zainuddin tak kuasa menerima penolakan tersebut. Apalagi kata sahabatnya,
Muluk, Aziz adalah seorang yang bejat moralnya. Hayati juga merasakan
kegetiran. Namun apalah dayanya di hadapan ninik mamaknya. Setelah pernikahan
Hayati, Zainuddin jatuh sakit.
Untuk melupakan masa lalunya, Zainuddin dan Muluk pindah ke Jakarta. Di sana
Zainuddin mulai menunjukkan kepandaiannya menulis. Karyanya dikenal masyarakat
dengan nama karya “Z”. Zainuddin dan Muluk pindah ke Surabaya, dan ia pun
akhirnya menjadi pengarang terkenal yang dikenal sebagai hartawan yang
dermawan.
Pengusaha yang bekerja sama dengan Zainuddin juga memiliki perusahaan di
surabaya. Maka dari itu Zainuddin diberi kesempatan untuk memegang saham di
surabaya. Dengan perjanjian hasil keuntungan dibagi 50%-50%. Dan Zainuddin dan
muluk pun pindah ke surabaya. Di sana mereka menjadi orang kaya raya dan
membeli rumah mewah.
Hayati dan Aziz hijrah ke Surabaya. Semakin lama watak asli Aziz semakin
terlihat juga. Ia suka berjudi dan main perempuan. Kehidupan perekonomian
mereka makin memprihatinkan dan terlilit banyak hutang. Mereka diusir dari
kontrakan, dan secara kebetulan mereka bertemu dengan Zainuddin. Mereka singgah
di rumah Zainuddin. Karena tak kuasa menanggung malu atas kebaikan Zainuddin,
Aziz meninggalkan istrinya untuk mencari pekerjaan ke kota lain.
Beberapa hari kemudian, datang dua surat dari Aziz. Yang pertama berisi
surat perceraian untuk Hayati, yang kedua berisi surat permintaan maaf dan
permintaan agar Zainuddin mau menerima Hayati kembali. Setelah itu datang
berita bahwa Aziz ditemukan bunuh diri di kamarnya (over dosis). Hayati juga
meminta maaf kepada Zainuddin dan rela mengabdi kepadanya. Namun karena masih
merasa sakit hati, Zainuddin menyuruh Hayati pulang ke kampung halamannya saja.
Esok harinya, Hayati pulang dengan menumpang Kapal Van Der Wijck dengan di
antar muluk.
Setelah Hayati pergi, barulah Zainuddin menyadari bahwa ia tak bisa hidup
tanpa Hayati. Apalagi setelah membaca surat Hayati yang bertulis “aku cinta
engkau, dan kalau kumati, adalah kematianku di dalam mengenang engkau.” Maka
segeralah ia hendak menyusul Hayati ke Jakarta. Saat sedang bersiap-siap,
tersiar kabar bahwa kapal Van Der Wijck tenggelam. Seketika Zainuddin langsung syok, dan langsung pergi ke Tuban bersama Muluk untuk mencari Hayati.
Di sebuah rumah sakit di daerah Lamongan, Zainuddin menemukan Hayati yang
terbaring lemah dengan kepala terluka. Dan hari itu adalah pertemuan terakhir
mereka, karena setelah Hayati berpesan kepada Zainuddin, Hayati meninggal dalam
dekapan Zainuddin.
Zainuddin terus menulis tentang dia dan hayati di dalam buku “TENGGELAMNYA
KAPAL VAN DER WIJCK”. Dan ia pun mendirikan “RUMAH PANTI ASUHAN HAYATI”. Tak
lama kemudian Zainuddin pun jatuh sakit hingga lemah, akhirnyapun Zainuddin
menghembuskan nafas terakhir. Dan jasad Zainuddin dikebumikan bersebelahan
dengan makam Hayati.